Jumat, 08 Mei 2015

KEMANA ARAH BAHTERA NEGARA INI ?




      Hampir 8 bulan sudah pemerintahan Jokowi-JK menahkodai bahtera negara ini. Riuh pesta demokrasi sudah lama redam menghasilkan dua sosok pemimpin baru yang akan menahkodai negeri ini ke arah yang lebih baik. Rakyat menaruh harapan besar pada dua revolusioner baru ini yang terkenal dengan slogan “Revolusi Mentalnya”. Slogan yang cukup menohok dan mewakili keadaan masyarakat saat ini. Revolusi yang harapannya dapat merubah mental rakyat negara ini menjadi sejajar dan setara dengan masyarakat dunia lain sehingga tak ada lagi sebutan “endon” yang melabeli rakyat Indonesia ketika bersanding dengan masyarakat dari negara lain.
Namun, setelah 8 bulan menjabat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini. Belum ada tindak nyata dari rencana revolusi tersebut. Kemana janji revolusi mental ? Janji revolusi yang selalu menjadi garda terdepan dalam menyihir haluan rakyat sehingga terpikat untuk memilihnya. Sampai-sampai rakyat tanah jawa menjulukinya “Satrio Piningit” seorang tokoh kepahlawanan jawa yang harapannya dapat memberikan kesejahteraan dan penyelamat bagi rakyat-rakyat kasta bawah di negara ini. Terlalu berlebihan nampaknya rakyat Jawa menjulukinya sebagai sang penyelamat. Janji revolusi ini sekarang tinggal kenangan terhapus bersama waktu dan masa yang terbelenggu janji kemenangan. Akankah ini akan terealisasi ? selalu sabarlah menunggu. Mungkin suatu saat Ia (Jokowi) akan ingat kembali janjinya.

Harapan besar rakyat yang telah dititipkan kepada revolusioner baru seakan hanya menjadi semu tidak ada realisasi nyatanya. Kebijakan-kebijakan yang harapannya dapat memberikan perubahan dan keringanan bagi rakyat dalam menanggung beban kehidupan ini. Menjadi semu dan tabu ketika malah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya tak sedikitpun memihak rakyat yang sudah lama terjerat oleh belenggu kemiskinan di negara ini. Harga BBM naik, harga barang-barang pokok pun naik dan tak ketinggalan harga tiket transportasi massal pun ikut melonjak naik. Kebijakan yang dinilai lebih memihak dan menguntungkan asing menjadi cerminan dari perangai asli pemimpin negara ini. Bagaimana tidak ? Ketika harga minyak dunia turun, harga BBM di negara ini justru dinaikkan. Ketika seharusnya koruptor diberikan hukuman yang berat malah presiden kita memberikan jatah kursi kepemimpinan yang bermartabat. Belum lagi, intervensi dari partai penyokongnya yang selalu membuat keputusan-keputusan yang dianggap tak wajar untuk perbaikan negara. Investor-investor asing diberikan keleluasaan dalam mengurusi perekonomian negara ini. Koruptor-koruptor kelas berat diberikan jatah kursi kepemimpinan. Lembaga-lembaga yang konsen mengkritik dan menjerat pencuri-pencuri harta rakyat dihabisi. Pengedar narkoba kelas berat diberikan grasi dengan alasan memberikan teladan yang baik untuk pemuda negeri. Kemana otak jernih pemimpin negeri ini ? Masih adakah keadilan yang pantas untuk rakyat kalangan bawah di negeri ini ? Mau dibawa kemana bahtera negara ini ? Ketika pemimpinnya saja mudah diintervensi. Dimaki dan dicaci rakyatnya di negeri sendiri. Menjadi boneka politik ibunda Megawati Soekarno Putri. Mau dibawa kemana ?? Saya perwakilan rakyat kelas bawah negeri ini menagih dan menunggu sikap patriot bapak dalam menangkal segala macam problematika negeri ini. Kami mohon bapak bertindak layaknya seorang ksatria yang tegas yang mampu bersikap angkuh dihadapan musuh-musuh asing. Salam hormat dari perwakilan rakyat jalanan.


Semarang, 8 Mei 2015

Ttd



M Ikhwanul Muslim


Sabtu, 14 Maret 2015

Kemana Mahasiswa ???



Pertanyaan di atas dalam beberapa hari ini kerap muncul di timeline media sosial
....................................................................................................
Mahasiswa ada disini pak..
Kami tak sedang berpura-pura buta.
Karena mata masih layak untuk melihat dunia.
Kami pun tak sedang berpura-pura tuli.
Karena hati ini sangat masih memerlukan siraman ruhani.
Bukannya kami diam, Sulit dirasa kami bergerak dalam drama yang penuh intrik dan taktik.
Bukan pula kami bisu, melihat rakyat yang menjerit akibat perekonomian yang lesu.
Kami pun sedang bergerak dalam ketidakpastian.
Sulit untuk membedakan antara retorika semata dengan kehidupan nyata.

Posisi kami begitu sulit !
Antara melawan dan dilawan. Musuh yang dihadapi pun bukanlah orang lain layaknya soeharto dahulu dan para antek-antek CIA-nya. Melainkan masih dalam satu kandung badan Ibu pertiwi.
Keadaan saat ini sangatlah berbeda jauh dengan jaman orba dulu.
Kebebasan dan hak individu menjadi otoritas yang dibelenggu.
Mahasiswa pun punya alasan untuk maju dan mengadu.
Walaupun harus nyawa yang dikorbankan untuk melawan para serdadu.
Tapi kini !
Di saat kebebasan tak lagi tahanan otoritas.
Menjadi legal dan tak tentu batas.
Semua elit penguasa, bebas melakukan titah sang penuntas.
Karena sudah mendapat restu dengan bukti legal yang pantas.
Yaitu, sebuah kepercayaan "DEMOKRASI" yang aturan dan tata caranya sudah sangat jelas.
Sulit..
Sulit untuk kita menuntut siapa kepada siapa.
Kepada siapa kita menuntut ?
Keadaan negara yang tak tentu kepastiannya..
Yang tak lagi menuruti titah Tuhan-Nya.
Sedang akan menuju perang antar saudara.
Inilah yang menjadi hati dan pikiran menjadi gulana.
Entah apa dan kemana ini kan berujung ?
Untuk saat ini kami hanya mampu berdoa atas semua kegamangan ini.
Tentu kami pun tak akan tinggal diam ketika harga diri tak lagii diindahkan.
Ketika kehormatan rakyat hanya menjadi tontonan sang penguasa dan mainan demokrasi dan politisasi.
Tidak akan..tidak akan..
Tolong beri kami kesempatan sejenak dalam tuntutan yang terus mendesak ini, untuk berfikir dalam tinjauan jauh ke depan.
.........................................................................................................
*Suara dari Mahasiswa yang sangat peduli akan negeri ini. Namun, masih miskin pengetahuan dan tuntunan.

Rabu, 04 Maret 2015

Indahnya Ukhuwah

       

    Ukhuwah itu bukan terletak pada pertemuan dan bukan juga ucapan manis di bibir tapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya dalam doanya. Jika diri ini diibaratkan sebagai jari kelingking. Jika diri ini diisntruksikan memindahkan meja. Maka yang terjadi, jari kelingking akan tidak kuat menopangnya, bisa jadi akan terkilir/patah. Sadar bahwa diri ini kita hanyalah sebagai jari kelingking, janganlah selalu berharap dan menuntut kepada yang lain. Orang yang terlalu sibuk menuntut orang lain, tanpa berbuat sesuatu. Dia lah yang akan dibinasakan oleh tuntutannya sendiri. Yang namanya Ukhuwah itu, ikhwah fillah. Tidak bisa didapat dengan menuntut orang itu. Ukhuwah dan persatuan itu syaratnya menuntut diri. Harga sebuah ukhuwah itu begitu mahal dibanding harta atau materi yang kita miliki. Ukhuwah itu  tak bisa dibeli namun direkati. Salam Sukses ^^

Sabtu, 21 Februari 2015

Inspirasi Pengen Jadi Soleh



Sering kita mendengar pertanyaan terkait filosofi pahala, “Bolehkah kita beribadah demi mengejar pahala ?” Menurut saya, beribadah untuk mengharapkan pahala Allah Swt. Adalah cara pandang dan visi yang sudah tepat. Tidak perlu lagi diutak-atik apalagi dikritisi. Sebab, berharap pahala ini memang sudah Allah perintahkan dan bukan sesuatu yang mengada-ada. Sistem “Berburu pahala” ini adalah cara penghitungan yang paling adil, yaitu seorang akan diberikan reward sesuai dengan usahanya, juga akan diberikan punishment sesuai dengan pelanggarannya. Dan kesemuanya akan dihitung ulang dan diaudit pada Hari Akhir oleh Sang Maha Hakim yang paling adil yaitu, Allah Swt.Allah Swt. Sendiri yang memperkenalkan terminologi pahala ini dalam Al Quran atau sunnah dengan beberapa sebutan, antara lain : Jaza’, Ajr, dan Tsawab. Itu hanya sebagian kecil dari terminologi pahala dalam Al Quran. Masih banyak lagi dalam Al Quran jika kita mau mengkajinya.Berangkat dari kejar-mengejar pahala. Saya teringat akan pesan ustad saya dulu (sebutan lain untuk guru dalam Islam) sesudah kelulusan Sekolah Menengah Atas. Beliau berpesan,“ Hidup di dunia ini Cuma sekali. Maka, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya untuk menebarkan manfaat sebanyak-banyaknya untuk umat ‘’. Pesan inilah yang selalu saya pegang dalam relung tekad pada awal mula saya berstatus sebagai Mahasiswa Baru di salah satu universitas ternama di Jawa Tengah. Saya selalu berfikir, “ Saya harus bermanfaat, Saya harus berguna, minimal untuk negeri ini. ‘’ Negeri ini butuh orang-orang baik untuk memimpinnya. Karena, jika pemimpinnya baik maka rakyatnya pun ikut baik. Sebaliknya, jika pemimpinnya buruk maka rakyatnya pun ikut buruk. Filosofi Ibda bi nafsik yang telah Rasulullah contohkan saat Beliau ingin merubah lingkungan dan kaumnya yang saat itu sangat jahil (bodoh), menjadi patokan tekad saya sebelum merubah keadaan umat dan negeri ini. Ya, kita harus mulai dari diri sendiri terlebih dahulu sebelum ingin merubah orang lain. Karena, merakalah cerminan dari diri kita.Melihat keadaan negeri ini yang semakin amburadul tak tentu arah dan tujuan. Di mana semua elit politik baik dari kalangan proletar hingga kalangan atas penguasa berebut kekuasaan untuk satu kepuasan individu masing-masing. Budaya inilah yang harus kita rubah sebagai negara yang dahulu dikenal ramah, damai, tentram. Namun, sekarang negara ini seakan disetir oleh kepentingan hawa nafsu masing-masing indvidu. Tidak adalagi rasa persatuan, cinta kasih sayang kepada sesama. Semua bersaing untuk kepuasan masing-masing. Survival of the fittest. Kata inilah yang pantas untuk keadaan negeri saat ini. Berangkat dari hal ini, saya terinspirasi untuk membuat blog dengan tag line “ Pengen Jadi Soleh “.  Harapannya, tidak hanya sekadar keinginan untuk menjadi soleh namun dapat menjadi orang yang soleh yang dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk umat.“ Apakah kamu mengira kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Qs. Ali Imran : 14).
Salam Ukhuwah dari Saudara kalian,         
Muslim El Mishry